Selamat Datang di Blok kami..............

Minggu, 24 April 2011

KEJUJURAN


Oleh: Albert Hendra Wijaya

Arti jujur
 
Jujur jika diartikan secara baku adalah "mengakui, berkata atau memberikan suatu informasi yang sesuai kenyataan dan kebenaran". Dalam praktek dan penerapannya, secara hukum tingkat kejujuran seseorang biasanya dinilai dari ketepatan pengakuan atau apa yang dibicarakan seseorang dengan kebenaran dan kenyataan yang terjadi. Bila berpatokan pada arti kata yang baku dan harafiah maka jika seseorang berkata tidak sesuai dengan kebenaran dan kenyataan atau tidak mengakui suatu hal sesuai yang sebenarnya, orang tersebut sudah dapat dianggap atau dinilai tidak jujur, menipu, mungkir, berbohong, munafik atau lainnya.


Kenapa harus jujur?
 
Saya sering mendengar orang tua menasehati anak supaya harus menjadi orang yang jujur. Dalam mendidik dan memotivasi supaya seorang anak menjadi orang yang jujur, kerap kali dikemukakan bahwa menjadi orang jujur itu sangat baik, akan dipercaya orang, akan disayang orang tua, dan bahkan mungkin sering dikatakan bahwa kalau jujur akan disayang/dikasihi oleh Tuhan. Tapi setelah mencoba merenungkan dan menyelami permasalahan kejujuran ini, saya masih merasa tidak mengerti: "Kenapa jadi orang harus jujur?"
 
Umumnya jawaban yang saya dapat adalah bahwa kejujuran adalah hal yang sangat baik dan positif, dan kadang saya juga mendapat jawaban bahwa "Pokoknya jadi orang harus jujur!"
 
Jawaban-jawaban tersebut sampai saat ini memang sudah saya anggap "benar", tapi saya masih selalu tergelitik untuk terus mempertanyakan: "Kenapa orang harus jujur? Apakah baik dan positifnya? Lalu bagaimana juga jika dikaitkan dengan proses Siu Tao (http://indonesia.siutao.com/images/at/xiu11.gif http://indonesia.siutao.com/images/at/dao41.gif) kita?"


Bagaimana bersikap jujur
 
Selain pertanyaan - pertanyaan diatas, selanjutnya dalam benak saya timbul pertanyaan: " Bagaimanakah kejujuran itu dapat dipraktekkan dalam sehari-hari, serta bagaimanakah sikap kita sebagai (dibaca: agar dapat menjadi) seorang Tao Yu (http://indonesia.siutao.com/images/at/dao41.gif http://indonesia.siutao.com/images/at/you31.gif) yang jujur?"
 
  • Apakah kita sama sekali tidak boleh berbohong?
  • Dan mungkinkah kita selalu jujur dalam kehidupan sehari-hari ini?
  • Ataukah masih ada toleransi bagi kita untuk berbohong dalam hal-hal tertentu atau demi kepentingan tertentu?
Nah, sekali lagi saya mengajak para pembaca untuk merenungkannya bersama!


Contoh yang "Lucu" (dibaca: tidak jujur)
 
Dalam kehidupan sehari-hari, saya sering melihat (bahkan juga ikut terlibat) dalam berbagai macam bentuk aktivitas interaksi sosial dimasyarakat, yang justru kebanyakannya adalah wujud realisasi dari sikap tidak jujur dalam skala yang sangat bervariasi, seperti:
 
Sering terjadi, orang tua bereaksi spontan saat melihat anaknya terjatuh dan berkata "Oh, tidak apa-apa! Anak pintar, enggak sakit, kok! Jangan nangis, yach!".
 
Menurut saya, dalam hal ini secara tidak langsung si-anak diajarkan dan dilatih kemampuan untuk dapat "berbohong", menutup-nutupi perasaannya (sakit) hanya karena suatu kepentingan (supaya tidak menangis).
 
Selain itu saya juga sering melihat dan mengalami kejadian seperti: Saat seseorang bertamu kerumah orang lain, ketika ditanya: " Sudah makan, belum?", walaupun saya yakin tawaran sang tuan rumah "serius" biasanya dengan cepat saya akan menjawab "Oh, sudah!! Kita baru saja makan ", padahal sebenarnya saya belum makan.
 
Dalam lingkungan usaha / dagang, kejujuran sering disebut-sebut sebagai modal yang penting untuk mendapatkan kepercayaan. Akan tetapi sangat kontroversial dan lucunya kok dalam setiap transaksi dagang itulah justru banyak sekali kebohongan yang terjadi. Sebuah contoh saja: penjual yang mengatakan bahwa dia menjual barang "tanpa untung" atau "bahkan rugi" hampir bisa diyakini pasti bohong.
 
  • Nah, jika demikian, lalu dimanakah letaknya kejujuran itu?
  • Atau bagaimanakah kejujuran yang dimaksud tersebut dapat diaplikasikan dalam dunia sehari-hari?
Kejujuran bagi manusia jaman sekarang adalah sesuatu harta yang sangat sulit dicari. Meskipun banyak yang mengangap tidak bernilai, tapi ini kejujuran adalah nilai lebih dari setiap manusia yang berbeda. Begitu sulitnya menemukan kejujuran, bahkan meskipun perut sudah penuh dengan makanan. Tapi masih saja berani mengatakan masih kelaparan di antara orang-orang yang benar-benar kelaparan.

Jangankan menemukan kejujuran yang dilakukan orang lain ke orang lain. Terkadang dan bisa dikatakan mungkin sering, kita tidak pernah jujur kepada diri sendiri. Betapa munafiknya orang-orang, termasuk aku akan sebuah nilai kejujuran.
Hilangnya kejujuran di hati nurani manusia memberikan dampak yang tidak saja menyusahkan diri sendiri, namun orang lain juga pastinya terkena dampaknya. Korupsi uang yang seharusnya bukan miliknya, orang kaya yang membeli BBM subsidi, padahal untuk membeli BBM khusus mobil mewahnya dia masih mampu.
Bayangkan jika semua orang sudah dalam keadaan kenyang, namun mereka hidup di lingkungan orang lapar. Masih berani-beraninya dia berteriak, lapar, lapar, dan lapar. Tak peduli orang lain kelaparan.
Pertanyaan kita, apakah sangat sulit bagi manusia sekarang ini melakukan sebuah kejujuran?  Tidak hanya untuk orang lain, untuk dirinya sendiri. Melakukannya apakah kita harus belajar dahulu?. Atau memang dari hati nurani kita memang tidak ingin berbuat jujur? Bisakah kita jujur?
Lalu bisakah kita belajar jujur di sekolah, lingkungan sosial, awal mulanya dari orang tua, atau malah melalui sebuah buku? Saya yakin, dari banyak pilihan belajar untuk melakukan kejujuran dari semua banyak pilihan, buku adalah pilihan terakhir.
Dari buku, saya malah bertambah yakin dan pasti, dengan jujur ini saya ucapkan, tidak akan banyak buku yang bisa mengambarkan bagaimana kehidupan orang yang selalu berbuat kejujuran.
Maaf setelah membaca panjang dan mungkin anda tidak menemukan maknanya. Tapi terus terang menulis ini buka untuk sebuah wacana promosi. Melainkan mengajak untuk memberikan sikap atau menyingkapi bahwa kejujuran adalah nilai utama. Saya ingin menceritakan tentang sebuah buku yang mengambarkan kejujuran.
Novel karangan penulis gaek indonesia, Arswedo Atmowiloto berjudul Blakanis. Buku yang dikeluarkan pda Juni 2008 dan setebal 283 ini secara gamblang memberikan gambaran nyata bagaimana orang yang berbuat jujur.
Blakanis oleh Arswendo dimulai dari seseorang yang biasa menyebut dirinya Ki Blaka. Mungkin kata ini mempunyai arti harfiah blak-blakan atau bicara terbuka tanpa takut apapun serta dipaksa siapapun.
Ki Blakan mengajak semua orang untuk berbuat jujur. Pertama jujur untuk diri sendiri kemudian jujurlah kepada orang lain meskipun itu akan menyakitkan. Kejujuran adalah modal utama, demikian inti dari buku ini.
"Musuh utama kejujuran bukanlah kebohongan. Melainkan kepura-puraan. Baik pura-pura jujur atau pura-pura berbohong." inilah awal tulisan yang akan memaparkan tentang arti kejujuran. Berpura-pura kita akan mengingkari kedua hal, baik itu kejujuran maupun kebohongan. Saat melakukan dan terus masuk ke dunia kepura-puraan, maka kita tidak sadar bahwa itu adalah pura-puraan.
Arswendo berani menghubungkan bahwa kejujuran adalah sebuah tindakan yang sangat berkaitan dengan sebuah hubungan atau beribadah pada Tuhan YME. Berkata jujur, sudah mengisyaratkan bahwa kita ini sudah percaya an beriman kepada Sang Pencipta. Berbuat kejujuran seperti malakukan doa.
Sulitkan melakukan sebuah kejujuran? Arswendo melalui Ki Blaka menyatakan bertindak dengan dasar kejujuran tidaklah sulit, lebih mudah daripada melakukan kebohongan.
"Jujur itu seperti bernafas. Tidak usah belajar lebih dahulu bagaimana memulainya. Sangat sederhana, semua bisa melakukannya. Sayangnya, karena sangat sederhana itulah semua orang mudah melupakannya."
Sayangnya sama seperti di dunia nyata bahwa orang yang selalu berbuat jujur akan hancur. Dengan alasan stabilitas politiklah, ekonomilah, hingga kestabilan yang lainnya. Ki Blaka, orang yang mengajarkan jujur malah hancur atau lebih tepatnya dihancurkan.
Membaca Blakanis, kita seperti diajak untuk membuka diri sendiri. Sudahkan kita jujur, pada orang lain atau kepada diri sendiri?. Dan mungkin jujur kepada Ilahi.
Poin penting dari buku ini, pertama kejujuran masih ada dan masih banyak yang melakukannya. Meski terlihat nyata di novel, namun berbanding terbalik di dunia nyata.
Kedua, jujur adalah merupakan doa dan nafas bagi setiap manusia yang melakukannya. Sehingga tidak ada alasan satupun ataupun bagi manusia berbuat sebuah kejujuran. Mulailah dengan nafas, kemudian doa.
Ketiga, ini yang sedikit membuat bahagia. Arswendo berani menuliskan nama saya sebagai satu-satunya penganti dari Ki Blakan, Kukuh. Orang yang melakukan kejujuran. Sekarang anda boleh bertanya, bisakah saya melakukan kejujuran?

Dalam Siu Tao
  • Apakah belajar Tao (http://indonesia.siutao.com/images/at/dao41.gif) mengejar Kesempurnaan harus tidak pernah berbohong sama sekali?
  • Lalu bagaimanakah kita dapat menjalani hidup ini yang juga mau tidak mau "harus" bertopeng?
  • Apakah mungkin, kita bisa tidak pernah berbohong sama sekali dalam hidup ini?
Pernah saya mencoba meyakinkan diri bahwa saya memang sudah "Jujur", tapi kemudian akhirnya saya kesulitan menjawab pertanyaan: "Apakah saya tidak membohongi diri sendiri?"

Lalu bagaimanakah sebenarnya? Nah, semoga para pembaca budiman bisa memberikan jawabannya (tentunya jawaban yang jujur , lho!).
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar